Tuesday, January 24, 2017

ikan lele

Klasifikasi dan morfologi

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) berasal dari Benua Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Jenis ikan lele ini termasuk hibrida dan pertumbuhan badannya cukup spektakuler baik panjang tubuh maupun beratnya. Dibanding kerabat dekatnya ikan lele lokal (Clarias batrachus) lele dumbo memiliki pertumbuhan empat kali lebih cepat. Oleh sebab itu, ikan jenis ini dengan mudah menjadi populer di masyarakat (Santoso,1994).
Menurut Djatmika et al,(1986), daerah Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dikembangkan:
1.   Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera
Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2.   Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih
(Padang).
3.  Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan),
wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4.  Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera
Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5.  Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan
penang (Kalimantan Timur).
6.   Clarias gariepinus Burchell, yang dikenal sebagai lele dumbo berasal dari Afrika
Menurut Djatmika et al,(1986), edudukan taksonomi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
 Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinusl



Ciri-ciri morfologis lele dumbo lainnya adalah sungutnya. Sungut berada di sekitar mulut berjumlah delapan buah atau 4 pasang terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, mandibular dalam dua buah, serta sungut maxilar dua buah. Ikan lele mengenal mangsanya dengan alat penciuman, lele dumbo juga dapat mengenal dan menemukan makanan dengan cara rabaan (tentakel) dengan menggerak-gerakan salah satu sungutnya terutama mandibular (Santoso, 1994)

Habitat

Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air, semua perairan tawar dapat menjadi lingkungan hidup atau habitat lele dumbo misalnya waduk, bendungan, danau, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Di alam bebas, lele dumbo ini memang lebih menyukai air yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat. Aliran air arus yang deras lele dumbo kurang menyukainya (Santoso, 1994).
           Lele dumbo asal Afrika ternyata sangat toleransi terhadap suhu air yang cukup tinggi yaitu 20º – 35ºC, disamping itu lele dumbo dapat hidup pada kondisi lingkungan perairan yang jelek. Kondisi air dengan kandungan oksigen yang sangat minim lele dumbo masih dapat bertahan hidup, karena lele dumbo memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut organ arborescent (Santoso, 1994).

Monday, January 23, 2017

ikan Kerapu Macan

Klasifikasi Dan Ciri-Ciri Marfologi Ikan Kerapu Macan
Menurut Kordi, (2001), klasifikasi ikan kerapu macan
      Filum               : Chordata
Class               : Pisces
Ordo                : Perciformes
Famili              : Serranidae
Genus             : Epinephelus
Species           : Epinephelus fuscoguttatus
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan posterior. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracilari sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasir berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya “mencaplok” satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis krustacea (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak) (Tarwiyah, 2001).
Ikan kerapu macan dalam perdagangan internasional, dikenal dengan carped cod. Ikan kerapu ini mirip dengan kerapu lumpur, namun ukuran tubuhnya lebiih tinggi dengan noda-noda pada tubuhnya yang lebih rapat dan berwarna gelap. Seluruh tubuh ikan kerapu macan berwarna cokelat kemerahan atau merah, termasuk sirip-siripnya (Murtidjo, 2002).

  Habitat Dan Tingkah Laku Ikan Kerapu
Ikan kerapu macan ikan karang yang habitatnya dan merupakan ikan yang suka bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini akan memakan temannya (kanibal) (Alit, 2010).
Menurut Dyahyar (2009), secara umum perairan laut Indonesia sebagian besar memiliki potensi terumbu karang yang memadai sebagai habitat ikan kerapu. Lokasi penyebarannya dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi penyebaran terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu di Indonesia

 Pakan Dan Kebiasaan Makan
Menurut Sugama et al, (2013), makanan hidup yang digunakan untuk pemeliharaan larva terdiri dari mikroalga (Nannochloropsis sp.), rotifer (Brachionus rotundiformis) berukuran superkecil (jenis SS, 60–100 m) dan kecil (jenis S, 120–180 m) serta Artemia/ Copepods/ Mysids. Pakan buatan diperkenalkan sebelum diberi pakan nauplii Artemia
Selain pakan alami, larva ikan kerapu juga sudah mulai diadaptasikan dengan pakan buatan yang berupa mikro pelet. Mikro pelet ini dapat diberikan bersamaan dengan pemberian pakan alami. Mikro pelet yang diberikan ukurannya disesuaikan dengan ukuran larva. Mikro pelet berukuran mulai dari 200 sampai dengan 2000 mikron. Mikro pelet diberikan mulai dari hari ke-15 sampai dengan hari ke-45. Mikro pelet diberikan dengan dosis 1-2 ppm. Dan jumlahnya ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan. Pada saat pemberian artemia dihentikan, mikropelet diberikan dengan metoda sampai ikan kenyang. Pada hari ke-45 benih ikan kerapu dapat dipanen (Sumantadinata, 2003)

Sunday, January 22, 2017

Ikan Guramy

klasifikasi dan Morfologi Ikan Guramy
Filum              : Cordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas              : Pisces
Bangsa           : Labirinthici
Suku              : Anabantidae
Marga             :  Osphronemus
Spesies           : Osphronemus gouramy Lac.

Gambar 1. Ikan Gurame

Secara morfologi, ikan ini memiliki bentuk badan agak panjang, pipih dan tertutup sisik yang berukuran besar serta terlihat kasar dan kuat, terdapat garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat. Jari-jari lemah pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Tinggi badan 2,0-2,1 kali dari panjang standar. Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai dengan 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat. Bagian kepala gurami muda berbentuk lancip dan akan menjadi tumpul bila sudah besar. Mulutnya kecil dengan bibir bawah sedikit menonjol dibandingkan bibir atas dan dapat disembulkan. (Jangkaru 1998).
Habitat
Pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan individu (g/hari) mengalami penurunan dengan meningkatnya padat penebaran. Berdasarkan analisis ragam, padat penebaran dapat mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan panjang dan bobot pada perlakuan padat penebaran 8 ekor/liter tidak berbeda dengan perlakuan padat penebaran 6 dan 10 ekor/liter. Namun perlakuan padat penebaran 6 ekor/liter berbeda dengan perlakuan 10 ekor/liter. Hal ini dikarenakan selisih jumlah benih ikan gurami dalam akuarium pada perlakuan padat penebaran 6 dan 10 ekor/liter terhadap perlakuan padat penebaran 8 ekor/liter hanya sedikit sehingga ruang gerak dan kompetisi ikan dalam mencari makan relatif sama. Jumlah pakan yang dikonsumsi setiap individu (g/hari) pada padat tebar 8 ekor/liter tidak berbeda dengan perlakuan padat penebaran 6 dan 10 ekor/liter, namun perlakuan padat penebaran 6 ekor/liter berbeda dengan perlakuan 10 ekor/liter. Hubungan panjang dan bobot benih ikan gurami memiliki sifat allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan bobot (Effendi et al 2006).

Padat penebaran tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan efisiensi pakan, namun mempengaruhi pertumbuhan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Kelangsungan hidup selama pemeliharaan tergolong baik yaitu berkisar antara 90,14 – 99,52 %, sedangkan pertumbuhan dan jumlah pakan yang dikonsumsi mengalami penurunan dengan meningkatnya padat penebaran (Effendi et al 2006). 

Udang Vannamei

Klasifikasi Morfologi Udang Vannamei 

        Klasifikasi udang vaname menurut Effendie (1997) adalah sebagai berikut:
Kingdom             : Animalia
Filum                  : Arthropoda
Kelas                  : Malacostraca
Subclass            : Eumalacostraca
Ordo                  : Decapoda
Famili                 : Penaeidae
Genus                : Litopenaeus
  Species              : L. vannamei
Kordi dan Tancung (2007) menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari antena, antenula, dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan  pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropads (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (kaki renang).  
Warna udang vaname adalah putih transparan dengan warna biru dekat bagian telson dan uropoda. Alat kelamin udang jantan disebut pentasma, yang terletak pada pangkal kaki renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelycum, terbuka dan terletak diantara pangkal kaki jalan yang ke-4 dan ke-5. Pada jantan dewasa pentasma adalah simetris, semi-open dan tidak bertudung. Bentuk dari spermatophore-nya sangat kompleks, terdiri dari bagian struktur gumpalan yang encapsulated oleh sebuah pelindung (bercabang dan terbungkus). Betina dewasa mempunyai thelycum terbuka dan ini adalah salah satu perbedaan yang paling mencolok pada udang vaname betina (Panjaitan, 2012).

Habitat dan Penyebaran

Sebagai penghuni dasar laut, udang penaeidae hanya kalo sudah mencapai dewasa saja mencari tempat yang dalam ditengah laut. Waktu masih muda, mereka berada di tempat yang dangkal tepi pantai. Bahkan ada yang memasuki muara sungai dan petakan tambak berair payau (Soeseno, 1983).
Menurut Agustina (2014), udang putih mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap salinitas yang luas dengan kisaran salinitas 0-50 ppt. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan udang putih adalah pada spesifikasi tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum akan menurun.

Siklus Hidup

Udang peneid dewasa hidup dan bertelur di laut, kemudian setelah telur menetas menjadi larva tingkat pertama yang disebut nauplius akan berkembang menjadi protozoea setelah 45-60 jam. Protozoea berkembang menjadi mysis setellah 5 hari. Mysis berkembang menjadi post larva setelah 4-5 hari. Post larva  udang bergerak mendekati pantai dan menetap di dasar perairan estuari sampai berkembang menjadi udang muda atau juvenil. Pergerakan seperti inilah yang menyebabkan post larva ditemukan di sepanjang pantai dan paling banyak di daerah mangrove. Perairan estuari lebih kaya nutrisi yang dibutuhkan larva dan parameter kualitas air yang lebih bervariasi dibandingkan di laut dalam. Setelah beberapa bulan di perairan payau, udang dewasa kembali ke laut dan melakukan pemijahan serta melepaskan telurnya (Panjaitan, 2012).
Siklus hidup udang putih dimulai dari udang dewasa yang melakukan pemijahan hingga terjadi fertilisasi. Setelah 16-17 jam dari fertilisasi telur, telur menetas menjadi larva (nauplius). Tahap naupli tersebut memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya dan akan mengalami moulting, kemudian metamorphosis menjadi zoea. Zoea akan mengalami metamorfosis menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai postlarva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Kemudian postlarva akan dilanjutkan ke tahap juvenil (Wyban dan Sweeney, 1991).